INDEPENDENSI DALAM PERGANTIAN PEJABAT BI

Oleh: Djoko Purwanto

 

            Berita mundurnya sejumlah anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia secara bersamaan seusai kegiatan dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, nampaknya cukup mengagetkan banyak pihak. Apa yang menjadi latar belakang pengunduran diri para anggota Dewan Gubernur ditengah situasi kurs rupiah yang semakin tertekan oleh berbagai kondisi eksternal yang kurang menguntungkan, nampaknya belumlah jelas. Ada dugaan pengunduran diri mereka karena penyelesaian kasus BLBI yang semakin kompleks dan berlarut-larur serta tekanan psikologis yang ditanggung mereka cukuplah berat karena tudingan berbagai pihak atas kinerja BI selama ini.

            Anggota Dewan Gubernur BI yang mengundurkan diri adalah Deputi Gubernur Senior, Anwar Nasution dan empat Deputi Gubernur yaitu Miranda Goeltom, Burhanuddin Abdullah, Dono Iskandar, dan Achwan. Sementara itu dua anggota Deputi Gubernur lainnya yaitu Aulia Pohan dan Achjar Iljas tidak mengundurkan diri alias tetap menjaga kontinyuitas kerja BI. Sebagaimana diketahui bahwa Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur (pasal 37 ayat 1).

            Berbicara tentang masalah yang berkaitan dengan kondisi Bank Indonesia akhir-akhir ini, baik yang berkaitan dengan issue sekitar rekapitalisasi dan likuidasi Bank Indonesia serta upaya penggantian anggota Dewan Gubernur, maka salah satu rujukan perlu dicermati adalah Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999.

 

Tugas Bank Indonesia

            Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia 1999 (UU No. 23 Tahun 1999) pasal 7 dan 8 ditegaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia bertugas (1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; (2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (3) mengatur dan mengawasi bank.

Selanjutnya dalam pasal 10 ditegaskan bahwa untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, BI berwenang: (a) menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; (b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah dan valuta asing, menetapkan tingkat diskonto, menetapkan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.

            Lebih lanjut dalam pasal-pasal 15, 16 dan 19 disebutkan bahwa dalam kaitannya dengan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang: melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya; dan menetapkan penggunaan alat pembayaran. Disamping itu, BI juga berwenang mengatur sistem kliring antarbank baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.

            Sedangkan dalam pasal 24 dan 26 dijelaskan bahwa dalam kaitannya dengan pengaturan dan pengawasan bank, BI menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Termasuk didalamnya izin pembukaan, penutupan, pemindahan kantor bank, persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.

            Dengan mundurnya Deputi Gubernur Senior dan empat orang Deputi Gubernur, maka peran dan tugas yang diemban oleh dua orang Anggota Deputi Gubernur yang sekarang masih aktif tentunya menjadi semakin berat, terlebih lagi Gubernur BI Syahril Sabirin sendiri masih berada dalam pengawasan/kendali pihak yang berwajib.

            Dampak yang nyata dari pernyataan mundurnya Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur menambah kurs rupiah semakin tertekan hingga mencapai Rp. 9.495,- per US dollar. Hal ini nampaknya akan cenderung melemah lagi mengingat masih belum jelasnya kepastian penggantian anggota Dewan Gubernur yang masih pro dan kontra.

 

Penggantian Dewan Gubernur

            Menurut UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 pasal 48 dinyatakan secara tegas bahwa anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan tetap.

Dewan Gubernur dipimpin oleh seorang Gubernur, Syahril Sabirin dan seorang wakilnya yaitu Deputi Gubernur Senior, Anwar Nasution. Mengingat Gubernur BI Syahril Sabirin menjadi tahanan rumah dan juga belum ada kepastian hukum yang jelas bersalah atau tidak, maka wakilnya yang melaksanakan tugas dan pekerjaan Gubernur BI.  Mengingat belum ada vonis oleh pihak pengadilan apakah beliau bersalah atau tidak, maka beliau tentu masih tetap menjabat sebagai Gubernur BI.

Setelah adanya pernyataan mundur lima orang anggota Dewan Gubernur BI pada hari Jum’at pukul 21.45 wib, Presiden Abdurachman Wahid segera mengusulkan tiga nama calon pengganti anggota Dewan Gubernur yang mundur tersebut. Reaksi spontan Presiden tersebut tentunya dapat dipahami sebagai bentuk tanggungjawab beliau sebagai kepala pemerintahan agar sendi-sendi perekonomian nasional tidak terganggu hanya karena adanya pengunduran diri sejumlah anggota Dewan Gubernur BI tersebut. Meskipun demikian, usulan calon pengganti anggota Dewan Gubernur tersebut tentunya akan dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper tests) yang akan dilakukan oleh DPR.

            Upaya penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah mengundurkan diri tersebut tentunya tak semudah yang dibayangkan, mengingat bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentralnya Indonesia haruslah tetap dihormati dan dihargai indpendensinya. Jangan sampai upaya penggantian anggota Dewan Gubernur tersebut justru bertabrakan dengan Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999.

            Independensi Bank Indonesia secara tegas dinyatakan dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

            Dalam kaitannya dengan penggantian anggota Dewan Gubernur sebenarnya aturan mainnya sudah jelas. Dalam pasal 37 ayat 3 dinyatakan bahwa dalam hal Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur atau Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur. Selanjutnya pada ayat 4 dinyatakan bahwa dalam hal penunjukan sebagaimana ditetapkan pada ayat 3 karena sesuatu hal tidak dapat dilaksanakan, salah seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya bertindak sebagai pemimpin Dewan Gubernur.

            Beradasarkan pasal 37 ayat 3 dan 4 nampak jelas bahwa mengingat saat ini masih ada dua Deputi Gubernur, maka sudah selayaknya apabila salah satu dari kedua anggota Deputi Gubernur tersebut yang memimpin Dewan Gubernur. Mengingat Gubernur BI secara formal masih ada meskipun dalam pengawasan pihak keamanan, maka kegiatan operasional dibawah kendali wakilnya yaitu Deputi Gubernur Senior. Oleh karena itu yang berhak mengganti Deputi Gubernur Senior adalah salah satu dari kedua Deputi Gubernur tersebut berdasarkan yang paling lama masa jabatannya (dilihat dari SK pengangkatannya).

            Lebih lanjut dalam pasal 50 ayat 3 disebutkan dengan jelas bahwa dalam hal Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat 2 juga berhalangan, Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara. Jadi, dengan mengacu pada UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999, maka jelas bahwa yang berhak melanjutkan pekerjaan Deputi Gubernur Senior adalah Deputi Gubernur yang masa jabatannya paling lama.

            Mengingat masalah penggantian anggota Dewan Gubernur saat ini sangatlah krusial, maka hendaknya betul-betul dikaji ulang apakah keinginan mengisi posisi anggota Dewan Gubernur yang kosong akan dipaksakan, sementara UU Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 masih berlaku. Selama UU Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 belum dilakukan amandemen, maka upaya penggantian anggota Dewan Gubernur akan bertabrakan dengan UU BI tersebut.

Timbul pertanyaan apakah amandemen UU Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 yang baru seumur jagung tersebut sudah harus diamandemen?. Apakah keinginan untuk melakukan amandemen UU Bank Indonesia tersebut  karena memenuhi keinginan sesaat atau melihat kepentingan jangka panjang? Oleh karena itu, DPR sebaiknya bisa berfikir secara lebih arief dalam mensikapi keinginan untuk mengganti jajaran Dewan Gubernur.

Perlu diingat pula bahwa upaya penggantian anggota Dewan Gubernur apabila diikuti dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat politis akan cenderung memberikan sinyal negatif baik bagi pelaku pasar uang maupun pasar modal. Sekali lagi, rupiah semakin terpuruk dan indeks harga saham gabungan juga masih melemah.

Sungguh memprihatinkan memang, Bank Indonesia sebagai Bank Sentralnya Indonesia yang seharusnya mampu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, kini dalam keadaan sakit dan perlu diinfus, bukan sekedar dana namun juga dukungan nilai-nilai moral yang luhur. Nilai-nilai moral yang luhur bagi anggota Dewan Gubernur sangatlah dibutuhkan untuk memulihkan citra Bank Indonesia yang kini dinilai sebagian orang dengan nada miring, nada sumbang yang tidak menguntungkan tentunya. Semoga Bank Indonesia mampu menemukan jatidirinya sebagai lembaga negara yang benar-benar independen dan terhindar dari berbagai rayuan yang menjerumuskan kepada kehancuran.

@@@